ku terpekur dalam cinta ketika menatap wajahmu
Dibalut sunyi yang khusyuk, jiwa dan raga semakin merunduk
Duhai cahaya mataku...
Adakah dikau selalu meneduhkan hati, pelipur rindu?
Mata
indahnya sering kali menatapku dengan kerinduan membuncah. Binar dari
balik tirai lentik bulu mata itu pun senantiasa ada jutaan pendar cinta.
Selalu pula bibir mungilnya terukir sebentuk senyum merekah. Tak lama
kemudian, ia akan menghambur ke pelukan. Mendekapku dengan manja seraya
memberikan ciuman di pipi kiri dan kanan, muaaah.
Gadis cantik
itu begitu mencintaiku dan selalu ingin bersama. Setiap ada kesempatan,
diikutinya langkah kaki ini saat akan melangkah pergi. Karena itu
wajahnya tak urung cemberut ketika melihatku harus pergi ke kampus.
Namun dari balkon lantai dua International House, ia tak pernah lupa
melambaikan tangan. Ketika malam menjelang dan kemudian terdengar bel
berdentang, gadis itu dengan setengah berlari menuju ke arah pintu.
Bersorak girang, kemudian mencium tangan untuk menyambut kepulanganku.
Terkadang
pula ia telah terlelap di tempat tidur ketika aku terpaksa pulang di
malam yang larut. Sejenak aku terpekur di sisinya untuk sekedar
menikmati wajahnya yang damai dan bahagia. Karena rasa rindu serta
cinta, selalu kubelai rambutnya yang bergelombang. Tak lupa kecupan
lembut di keningnya.
Cinta memang tumbuh dan berkembang karena
yang dicintai selalu ada di samping kita. Karena itulah, di hari libur
sering kami habiskan waktu bersama. Satu sepeda berdua, menikmati
indahnya kota tua Iizuka. Ia pun senang jika mendengarkan aku
berdendang. Tak jarang pula mulutnya mencoba menirukan lagu yang
kunyanyikan.
Koen ni, hei! Ikimashou, hei... hei... (Hei, mari pergi ke taman).
Minna de ikimashou, let's go! (Mari pergi bersama-sama, ayo!).
Sering pula berganti dengan nasyid Persembahan-nya Izzatul Islam.
Allahu akbar, Allahu akbar (3x)
Jalan ini jalan panjang penuh aral nan melintang
Namun jua kau lalui tuk Illahi
Walaupun rasa terdera raga berpeluh terluka
Langkah tak surut berpacu tuk syahid jalan dituju
Terdengar jernih suaranya mengikuti. Tak jelas kata terucap, hanya teriakan huwaa... ba!!! Menirukan takbir Allahu Akbar!!!
Gadis
cantik itu mencintaiku karena aku pun mencintainya. Bukankah cinta
sejati senantiasa terbalas pula dengan cinta? Apatah lagi ia adalah
cahaya mataku yang cantik, amanah cinta kami berdua, Zafirah Asy-Syifa.
Tentu saja ia laksana putri raja nan jelita bagi Abi dan Ummi-nya,
karena setiap buah hati kita pastilah yang tertampan atau tercantik di
dunia. Mereka pun anugerah terindah dan berharga bagi setiap orang tua.
Lahir dan tumbuh karena kemahasempurnaan Sang Pencipta.
Pun,
Rasulullah SAW pernah mengingatkan bahwa pada setiap pohon terdapat buah
dan buahnya hati adalah anak. Bahkan, Allah SWT tak akan mengasihi
mereka yang tidak mengasihi anaknya, karena itulah aku belajar mendidik
Asy-Syifa dengan kasih dan cinta. Dan aku yakin pula, seorang anak juga
akan belajar dari apa yang orang tua ajarkan terhadap dirinya.
Sebagaimana
mereka tumbuh dalam cacian, maka ia akan menjadi orang yang gemar
mencaci. Bila tumbuh dalam keluarga yang kering terhadap apresiasi, akan
sulit rasanya berharap ia memberikan juga apresiasinya kepada orang
lain. Dan jika anak tersebut tumbuh dalam nuansa penuh curahan kasih
sayang dan cinta, kelak ia pun akan menjadi seseorang yang senang
mencintai.
Nak...
Kalaulah engkau tahu, begitu besar cintaku
kepadamu. Dan, aku pun sadar akan cintamu kepadaku. Cintailah aku
sebagaimana aku pun mencintaimu. Namun, semoga itu tak melalaikan cinta
kita kepada Sang Pemilik Cinta, karena aku dan dirimu tak akan pernah
ada jika bukan karena cinta-Nya. Wallahu a'lamu bish-shawaab.
Abu Aufa
Catatan:
Iizuka
: nama sebuah kota kecil yang terletak di tengah-tengah Fukuoka
Prefecture, Pulau Kyushu, Jepang. [Dimuat di Majalah Ummi]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar