Senin, 06 Oktober 2014

Eceu dan keindonesiaan

Ceu popon adalah wajah bangsa indonesia,ia genuine tak direkayasa bukan gincu yang sengaja dibuat tebal untuk menarik pandangan. Menjadi buah bibir,menarik untuk diperbincangkan termasuk dalam artikel ini yang sedikit menyangkut tentang itu. Meski begitu artikel yang saya tulis tidaklah bicara detail.tentang ceu popon namun lebih ke frase kata sapaan sunda yakni ceu yang artinya kakak perempuan.

Kata eceu menjadi fenomena,sebuah kata yang mungkin janggal dan asing dalam dunia hiruk pikuk. Banyak yang tak sadar,negeri kita saat ini sudah sedikit banyak bergeser bahkan mungkin saja sudah mulai berbeda. Bagi kebanyakan orang apalagi bukan orang sunda,terkadang kata eceu itu menunjuk kepada kata milik rendahan..milik orang orang yang bergerak dalam ekonomi marjinal. Itulah budaya yang tak lagi menarik untuk di jaga,dimana semakin kesini frasa asing begitu membombardir sehingga muncul rasa bangga lebih banyak gunakan kata asing dan ekstremnya seakan kalau menggunakan bahasa asing itu bernilai prestisius.
Menarik kita amati ketika perbincangan eceu ini menjadi hangat dibicarakan,bahkan sempat menjadi trending tropic. Simbol pimpinan sidang yang disapa eceu,ini luar biasa sebagai sebuah bentuk penguatan kembali nilai nilai.lokal. rasa bangga inilah yang sekarang mulai tergerus,sehingga ekstremnya nilai atau budaya daerah yang positif itu kesannya menjadi memalukan ketika ia ditampilkan di muka publik. Tapi.ternyata tidak bagi ceu popon itu,meski ada kekurangan disana sini,namun tugasnya memimpin rapat sampai selesai dan ada keputusan adalah sebuah prestasi besar.
Inilah.yang saya.maksud dalam judul postingan ini,jangan sampai.sebagai warga negara kita tak paham budaya kita sendiri,jangan sampai kita atau anak kita jika ingin belajar budaya maupun bahasa harus belajar kepada orang luar negeri. Simbol simbol bangsa ini ke depan seharusnya juga tetap tegak berdiri,mengantisipasi arus asing termasuk budaya dan.bahasa.
Biar bagaimanapun..ceu popon itu simbol kesadaran bahwa kita barangkali sudah tersesat jauh dari khazanah lokal yang ada. Budaya lokal harus mendapat peran di wilayah wilayah kenegaraan minimal hanya sekedar sapaan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar